Kukira “a” Ternyata “A”

“ga terasa ya, udah ganti tahun aja” kata segelintir orang di akhir bulan desember. Sebenarnya ga terasanya itu karena menjalani hari dengan anteng ayem bin monoton atau dengan hantaman problematika dan tantangan hidup? Harusnya sih terasa, kecuali memang ia menikmati hidup tanpa melihat tanggal di kalender.
Pergantian tahun bagi sebagian orang kadang tidak melulu tentang membeli petasan atau melihat petasan yang berhamburan di langit pada jam 12.00 WIB. Tidak lagi tentang sibuk jalan-jalan atau berkumpul untuk bakar jagung atau ubi kalau jagungnya habis. Tidak lagi tentang perdebatan mana yang lebih baik antara orang yang cepat tidur atau yang tidurnya lama saat malam tahun baru (yang penting sholat shubuhnya ga telat bagi yang muslim, hehe). Ini tidak membahas tradisi yang dilakukan saat pergantian tahun, karena hal tersebut merupakan pilihan setiap orang.
Namun pergantian tahun juga kadang membuat seseorang mengingat momen-momen yang telah dilaluinya, mengkudu ataupun pisangnya hidup ini (baca: pahit ataupun manisnya). Mungkin, mampunya kita melawan segala keterbatasan diri, kecemasan diri, masalah diri, dll. Atau mungkin mampunya kita mencapai sebuah prestasi, menjadi lebih baik, menambah pengalaman dan relasi, dan melampaui berbagai resolusi. Semua pasti sepakat, bahwasanya itu pernah dialami pada tahun kemarin.
Pergantian tahun masehi juga identik dengan membuat resolusi yang diawali dengan kalimat “pikiknyi iki hiris libih biik diripidi hiri kimirin.”
Sangat terpuji membuat hidangan resolusi diri tanpa membiarkannya menjadi bullshit. Seringkali kita membuat resolusi yang banyak dan berat, namun terlupakan begitu saja. Eh, teringatnya pas di akhir tahun. Begitu iklim resolusi dari tahun ke tahun.
Membuat resolusi tidak harus di awal tahun. Alkisah ada seseorang yang pas bulan oktober 2021 be like: “ah nanti tahun depan aku harus berubah dan membuat resolusi. Aku tidak bisa membiarkan diriku terjebak dalam kehampaan ini.” Akhirnya dia membantai sisa tahun 2021 dengan kegiatan diluar resolusi. Mungkin, membuat resolusi tidaklah wajib. Namun, buatlah resolusi ketika kita sadar dan ingin mencapai sesuatu dalam jangka waktu tertentu. Resolusi membantu mengarahkan aktivitas kita mengikuti alur tujuan yang ingin dituju. Ibarat kompas yang menunjukan arah. Video aja memiliki resolusi (3gp to 4K, hehe). Setelah itu jangan lupa evaluasi untuk melihat tingkat ketercapaian atau pengingat diri. Tak masalah apabila resolusi belum tercapai, selama kita sudah berusaha bergerak ke arah sana. Susun lagi resolusi tersebut, and make it come true!
Setiap orang memiliki resolusi yang berbeda-beda. Tak perlu menyontek orang lain atau melihat yang ada di google. Coba buat sesuai keinginan dan kondisi diri sendiri. Kita yang lebih tau mau ngedapetin apa untuk waktu kemudian. Juga bisa memulai dari hal terkecil/sesederhana mungkin. Ingin bangun lebih awal, ingin turun beberapa kilo, ingin glowing, ingin menjaga kamar agar tetap rapi dan bersih, ingin mengurangi bermain game/social media, atau bagi mahasiswa yang sedang skripsian barangkali ingin wisuda tahun ini, bagi beberapa orang mungkin ingin menikah di tahun ini, ingin bertobat, beramal dan memperbaiki diri, atau ingin mendapatkan pekerjaan/jabatan yang lebih baik lagi, atau ingin berangkat ke tanah suci, ingin traveling, ingin menguasai skill baru, ingin membaca buku lebih banyak lagi, ingin sering olahraga atau body goals, ingin mengatur keuangan agar lebih baik lagi, ingin mengatur stress dan menambah relasi lagi, ingin menambah followers, ingin jadi yucuber atau silahkan isi sendiri.
Namun yang menjadi musuh resolusi adalah sang pembuat resolusi itu sendiri. No action, Mager, dan Rebahan scroll story. Mungkin list resolusi pertama yang harus kita buat adalah melawan ataupun mengontrol kemalasan diri. Semoga hari-hari kita kedepannya menjadi lebih baik, dan resolusi yang kita buat menjadi terwujud, amiin.
- RAD
Komentar
Posting Komentar